*Oleh : Rahman ST
Sembari menunggu berbuka puasa, mencoba menggores pena. Meski ini yang pertama, tapi pastinya akan menjadi utama. Karena kefasihan dalam menulis, tentunya harus dimulai dengan goresan pertama.
Masih segar dalam benak kita, akan kejadian bencana yang terjadi dibeberapa wilayah di negeri ini khususnya yang terjadi di wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat. Setelah diguncang gempa pada tahun 2018 yang lalu, daerah kita Kembali diuji dengan bencana banjir dan banjir bandang. Berturut – turut di tahun 2019 yang melanda Kabupaten Sumbawa, tepatnya pada tanggal 27 Desember dan 29 Desember 2019. Kemudian pada akhir tahun 2020, banjir bandang yang melanda Kecamatan Moyohulu yang mengakibatkan 3 orang meningggal dunia, selain 7 orang yang sempat terseret dan berhasil diselamatkan. Dan pada tahun 2021 ini, bencana banjir seolah – olah semakin menunjukkan eksistensinya dengan menerjang 5 kecamatan di Kabupaten Bima yang mengakibatkan kerusakan dan kehilangan harta benda bahkan nyawa manusia.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada awal tahun 2021 bencana yang terjadi karena faktor hidrometeorologi menjadi yang paling dominan. Dijelaskan oleh Kepala Sub-bidang Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Agie Wandala, bahwa bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya. Beberapa paramater di antaranya adalah peningkatan curah hujan, penurunan curah hujan, suhu ekstrem, cuaca esktrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang serta kilat atau petir, dan lain sebagainya. Agie mengatakan, secara umum, bencana hidrometeorologi tidak hanya terjadi saat musim hujan saja, melainkan juga bisa terjadi di musim kemarau. "Kalau terminologi bencana hidrometeorologi itu, kekeringan juga masuk (kategori bencana hidrometeorologi. Sehingga, tidak hanya pada kasus kelebihan curah hujan (hujan deras saja)," kata Agie dikutip dari Kompas.com, Kamis (3/12/2020).
BNPB mencatat, sepanjang 2021, bencana alam berupa banjir terjadi sebanyak 337 kejadian, puting beliung 186 kejadian, dan tanah longsor 144 kejadian. Kemudian, disusul karhutla sebanyak 70 kejadian, gempa bumi 13 kejadian, gelombang pasang dan abrasi 12 kejadian, dan kekeringan sebanyak 1 kejadian.. Di seluruh Indonesia, tercatat 5.590 sungai induk dan 600 diantaranya berpotensi menimbulkan bencana banjir. Daerah rawan bencana banjir yang dicakup oleh sungai-sungai induk tersebut mencapai 1,4 juta hektar (https://www.bnpb.go.id).
Kejadian demi kejadian bencana ini seharusnya menyadarkan kita bahwa betapa dahsyatnya dampak dan akibat dari bencana khususnya bencana banjir. Bahwa betapa cepatnya alam membalas perlakuan/ pengrusakan atas dirinya. Tak terhitung nilai kerugian langsung dan tak langsung yang diakibatkan oleh banjir ini. Harta benda bahkan sampai menelan korban jiwa, belum lagi kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan dan sarana prasarana publik lainnya. Semuanya tidak berdaya menghadapi terjangan banjir ini. Tentunya, kerusakan infrastruktur akan berdampak pula pada putusnya roda perekonomian dan pergerakan kehidupan bermasyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Banjir sejatinya adalah aliran/genangan air yang debitnya melebihi kapasitas alur dan tampungannya. Yang berarti bahwa curahan hujan sebagai input suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terakumulasi ke suatu alur sungai sampai debitnya melebihi kapasitas dari alur sungai dimaksud. Ada juga banjir yang terjadi, terutama didaerah pesisir sebagai akibat dari pasang air laut (banjir ROB).
Dalam prosesnya, curahan hujan dari atmosfer yang jatuh ke bumi, mengalir ke suatu tampungan air/laut, yang kemudian Kembali ke atmosfer lagi disebut siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, berlaku hukum keseimbangan yang menjadikan jumlah air yang tersedia di bumi akan cenderung tetap dan relative sama. Maka, semakin benderanglah seperti apa yang disampaikan Al Qurán dalam surat Al Mu'minun [23] ayat 18, yang artinya :
''Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.''
Satu kata kunci yang bisa kita petik dari ayat ini adalah “keseimbangan”. Artinya bahwa siklus hidrologi yang berjalan dalam keseimbangannya akan menjadi harmoni alam yang justru akan sangat kita nikmati dan patut kita syukuri. Ambillah contoh pemandangan yang hijau, gemericik air yang mengalir, kayu dan buah tumbuh subur, bahkan konon dinegeri ini “tongkat kayu jadi tanaman”. Itulah siklus hidrologi yang berjalan dalm kondisi normalnya.
Kalkulasi yang pernah disampaikan oleh ahli-ahli hidrologi adalah bahwa total air yang ada di bumi mencapai 1,38 miliar km3. Dalam siklus hidrologi, beberapa bagian dari volume air ini akan selalu bergerak dinamis dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, dari tempat dengan kelembaban tinggi ke tempat yang rendah tingkat kelembaban udaranya. Kontinuitas siklus hidrologi dalam prosesnya akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan sinar matahari. Pemanasan yang kontinu pada permukaan air laut menyebabkan air berevaporasi kemudian akan jatuh sebagai presipitasi dalam berbagai bentuk, bisa berupa hujan, hujan es, dan salju (sleet), hujan lembut (gerimis) ataupun sekedar dalam bentuk kabut.
Dalam prosesnya, ada kalanya beberapa presipitasi akan langsung berevaporasi sebelum mencapai tanah. Langsung ke atas atau langsung jatuh diatas tanaman yang kemudian mengalami proses intersepsi oleh tanaman itu sendiri. Siklus hidrologi akan bergerak terus menerus secara kontinu dalam harmonisasinya. Mempengaruhi alam dan iklim sekitarnya agar tetap dalam keseimbangan. Kondisi alam dalam keseimbangan inilah sejatinya kondisi paling ideal yang menjamin kenyamanan dan ketenteraman dalam kehidupan mahluk hidup diatas bumi dan seisinya.
Lebih lanjut dengan siklus hidrologi ini, dalam prosesnya secara garis besar, adalah sebagai berikut :
1. Evaporasi
Evaporasi atau penguapan merupakan proses menguapnya air dari tampungan-tampungan air, seperti laut, danau, dan alur sungai sebagai akibat dari pemanasan sinar matahari. Selanjutnya air ini dalam prosesnya akan terakumulasi menjadi sekumpulan awan diudara.
2. Transpirasi
Transpirasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tumbuhan-tumbuhan, pepohonan dan sejenisnya. Seperti pada tumbuhan saat mengeluarkan uap H2O dan CO2 pada siang yang panas dan umumnya transpirasi ini berlangsung melalui pori-pori daun yang berhubungan dengan udara. Sangatlah jelas bahwa keberadaan tumbuh – tumbuhan dan pepohonan sangatlah penting proses berlangsungnya siklus hidrologi ini.
3. Sublimasi
Sublimasi banyak terjadi di daerah - daerah atau negara – negara dengan wilayah yang dominan ditutupi oleh es dan salju yang tebal. Sublimasi ini adalah proses Ketika sinar matahari yang akan membantu penguapan pada es tanpa melalui proses pencairan. Hal ini mengakibatkan es langsung menguap dan berubah menjadi gumpalan – gumpalan awan. Untuk negara kita, kontribusi air dari proses sublimasi ini sebagai input dalam siklus hidrologi sangatlah kecil bahkan tidak terlalu berpengaruh signifikan.
4. Intersepsi
Pada proses ini dapat dijelaskan bahwa air hujan yang tertahan pada tanaman untuk kemudian terevaporasi kembali ke atmosfer. Pada siklus ini memungkinkan air untuk langsung kembali ke atas sebelum mencapai permukaan tanah. Tentunya hal ini sangat tergantung atau dipengaruhi oleh kemampuan setiap pohon berupa jenis daun, kerapatan daun, lebar tajuk, dan batang.
5. Kondensasi
Pada proses ini, ditunjukkan oleh kenampakan perubahan wujud uap air di atmosfer menjadi titik air yang selanjutnya akan membentuk awan. Proses ini akan terjadi karena adanya pengaruh suhu udara yang rendah pada ketinggian tertentu di atmosfer.
6. Adveksi
Pada siklus hidrologi ini, ditandai dengan adanya pergerakan/ perpindahan awan secara horizontal dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya pengaruh angin yang berhembus.
Dari keenam proses ini, air akan terus bergerak dan terakumulasi menjadi input dalam siklus hidrologi dalam bentuk gumpalan – gumpalan awan tebal sebelum akhirnya jatuh kembali ke bumi. Penting untuk menjadi perhatian dan analisa berikutnya adalah pada proses jatuhnya air kembali ke bumi, pada siklus yang mana sekiranya akan berkontribusi paling tinggi terhadap terjadinya bencana, terkhusus banjir sebelum akhirnya akan Kembali ke tampungan – tampungan air alami, dan berakhir di laut (output).
7. Presipitasi
Presipitasi adalah proses curahan air ke permukaan bumi yang labih lazim disebut hujan. Presipitasi tidak hanya dalam bentuk hujan, pada daerah tertentu yang bersuhu rendah, presipitasi juga bisa dalam bentuk air padat berupa salju. Hujan dapat jatuh didaratan maupun dilautan. Hujan yang jatuh didarat, sebagian akan meresap kedalam tanah dan lebih banyak yang akan langsung melimpas di permukaaan, sebagian lagi akan tertahan oleh tanaman yang selanjutnya akan diuapkan Kembali (intersepsi).
Proses intersepsi oleh tanaman adalah proses yang mereduksi air hujan agar tidak 100% jatuh ke permukaan tanah. Besarnya intersepsi pada tanaman ini sangat tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan biasanya berkisar 1 Mm pada kejadian Hujan Pertama, kemudian berangsur – angsur sekitar 20 % Pada Hujan - hujan Berikutnya. Jadi jelaslah bahwa ketiaadaan tanaman dan pepohonan, akan meniadakan proses intersepsi sehingga mengakibatkan volume air yang jatuh langsung ke permukaan tanah menjadi lebih besar.
8. Limpasan Air Permukaan (Surface Run Off)
Air yang sudah jatuh ke permukaan bumi yang tinggi, akan mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui sungai dan anak sungai. Apabila kondisi tanah memungkinkan, sebagian air akan terinfiltrasi atau akan mengalir secara horizontal sebagai aliran antara / interflow, sebagian lagi tetap tinggal dalam massa tanah sebagai moisture content dan sisanya akan mengalir vertikal sebagai perkolasi yang akhirnya akan mencapai air tanah / ground water flow. Untuk kondisi tanah tertentu, misalnya tanah yang telah dipadatkan ataupun kondisi tanah yang telah banyak tercemar sehingga berkurangnya pori-pori tanah, aliran air akan cenderung melimpas dipermukaan tanah tanpa ada yang terserap sebagai infiltrasi.
Dari proses ini, sangat jelas terlihat bahwa kebiasaan penggunaan bahan kimia dalam pengolahan tanah pertanian akan menyebabkan berkurangnya pori-pori tanah dan tanahnya akan cenderung mengeras. Begitupula dengan pemasangan rabat-rabat beton dan paving blok di lapangan terbuka dan fasilitas umum lainnya, akan menutup peluang infiltrasi air permukaan. Limpasan air permukaan ini, lambat laun akan terakumulasi pada satu titik tertentu dan menjelma menjadi bencana banjir bahkan banjir bandang.
9. Infiltrasi
Tahapan ini merupakan proses masuknya/ terserapnya air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Dalam siklus hidrologi ini, air dapat tersimpan menjadi air tanah yang secara lambat akan mengalir kembali ke laut sebagai interflow. Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan air dalam satuan waktu tertentu ke dalam massa tanah. Besarnya kapasitas infiltrasi dapat mempengaruhi dan memperkecil berlangsungnya aliran permukaan tanah. Berkurangnya pori-pori tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan/kompaksi tanah baik secara alami oleh beban air hujan maupun karena aktivitas manusia, menyebabkan menurunnya infiltrasi, kondisi ini sangat dipengaruhi juga oleh adanya cemaran tanah (Nugroho, 2010) akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan sehingga tanah menjadi keras. Permasalahan lain juga banyak terdapat lahan – lahan yang termasuk pulau-pulau kecil yang tidak produktif karena kondisi alamiahnya seperti adanya lapisan batuan/ pasir, lahan bekas tambang (bauksit, tembaga , nikel).
Sebaliknya pada proses ini, kelebihan kapasitas infiltrasi pada suatu massa tanah tanpa perkuatan atau tanah yang tanpa pepohonan kuat justru akan rentan terjadinya longsoran massa tanah.
Dengan mengetahui dan memahami siklus hidrologi ini, kemudian memastikan fenomena – fenomena pada tiap prosesnya tentu akan kita dapatkan jawaban dan solusi terkait rentannya kejadian banjir yang terjadi di wilayah kita. Butuh sentuhan inovasi dan teknologi dengan menempatkan sensor – sensor pendeteksi kapasitas infiltrasi pada massa tanah di suatu wilayah tertentu. Demikian pula dengan sensor pendeteksi tingkat transpirasi dan intersepsi dari pepohonan pada suatu wilayah. Setidaknya ada beberapa informasi yang kita dapatkan dengan pemasangan alat semacam ini :
1. Dengan mengetahui kapasitas infiltrasi pada suatu massa tanah dan besarnya transpirasi dan intersepsi, maka akan dapat diperhitungkan nilai reduksi atas volume air hujan;
2. Selanjutnya akan dapat dihitung besarnya limpasan air permukaan, berdasarkan intensitas curah hujan saat itu;
3. Besarnya limpasan air permukaan, yang disesuaikan dengan kapasitas alur sungai,maka akan terjawab besarnya banjir yang kemungkinan akan terjadi;
4. Mengetahui lokasi dimana intensitas curah hujan tertinggi terjadi, maka akan dapat diperhitungkan durasi waktu sampai banjir mendekati permukiman.
Kalkulasi – kalkulasi yang njlimet tentunya akan mudah terpecahkan dengan suatu system aplikasi (start up) dengan basis data yang menyeluruh dari stasiun – stasiun hujan, sensor – sensor kondisi tanah dan lingkungan sekitar wilayah suatu DAS tertentu. Serta terkoneksi dengan data – data iklim dan cuaca yang dirilis oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Selanjutnya data – data yang menjadi output dari aplikasi ini akan menjadi bahan kajian dan perencanaan infrastruktur yang handal terutama dalam hal pengendalian banjir dan bencana alam lainnya.
Demikianlah, perjalanan panjang air di bumi ini dalam suatu system yang disebut siklus hidrologi. Kepatuhan untuk pemanfaatan sumber daya alam dalam batas – batas yang wajar akan menjadikan siklus hidrologi berjalan normal dalam harmoni alami yang nyaman untuk dinikmati. Sebaliknya, eksploitasi besar – besaran tanpa memperhatikan kelestarian alam justru akan berbalik menjadi bencana yang dahsyat dan akan lebih merusak lingkungan hidup dan permukiman manusia. Sudah saatnya kita introspeksi, bersahabat dengan alam. Perlahan namun pasti, mengembalikan keasrian dan melanjutkan kelestariannya. Stop menebang pohon, sebaliknya mari menanam pohon.
Stop menulis kampanye pelestarian hutan diatas kertas yang notabene berasal dari pohon yang kau tebang. Jangan biarkan pepohonan menjadi warisan, yang hanya bisa disaksikan dimusium – musium generasi berikutnya.
Tentunya, segala bencana yang sudah terjadi akan menyisakan hikmah yang besar dan tantangan tersendiri bagi manusia khususnya pelaku dan pemerhati penanggulangan bencana dan engineer infrastruktur. Tantangan kebencanaan bagi pembangunan infrastruktur adalah hal yang rumit dan cenderung kurang diperhatikan. Padahal Indonesia termasuk dalam ring of fire zona bencana dunia. Hal ini harus menjadi titik balik bahwa urgensi pembangunan infrastruktur dan lingkungan permukiman yang tidak hanya sehat dan nyaman tapi juga harus memiliki resiliensi akan terjadinya bencana. Adalah tantangan yang cukup berat memang bagi para engineer dan pakar, bagaimana menelurkan ide – ide dan inovasi agar dampak dari adanya distorsi dalam siklus hidrologi bisa diminimalisir bahkan ditanggulangi dengan tepat. Bahwa saat ini, sudah bukan saatnya lagi mendesign dan merencanakan infrastruktur berdasarkan kondisi alam yang normal – normal saja. Kita sudah seharusnya merencanakan konstruksi – konstruksi jembatan, DAM, waduk, dan infrastruktur lainnya dengan mengacu pada debit air tertinggi dengan kala ulang diatas 100 tahun. Merencanakan gorong – gorong jalan, tidak lagi berdasarkan debit alur sungai yang masih gemericik. Debit air pada saat kondisi ekstrim sekalipun sepertinya harus diambil, meski tentunya akan menyedot anggaran yang besar pula. Berat memang, tapi itulah nilai yang harus kita bayar atas kerusakan – kerusakan yang telah kita lakukan selama ini. Kerusakan yang mengatasnamakan pembangunan yang justru melakukan kerusakan yang nyata. Kerusakan yang mengatasnamakan kebutuhan ekonomi dan perut yang justru dampaknya malah bikin nyali menciut. Dalam Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 11, Allah SWT berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
“Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan".(QS. Al Baqarah [2]:11).
Wallahua’lam.
Daftar Acuan :
[1] Mushaf Aquran dan Terjemah Departemen Agama RI, 2008 PT Sabiq Penerbit dan Distributor Depok.
[2] Buku HIDROLOGI TEKNIK, oleh E.M.WILSON, penerbit ITB Bandung, 1989
*Penulis adalah
Mahasiswa Magister Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS)