SUMBAWA BESAR, JEJAKNTB| Aksi Solidaritas Serikat Tani Nelayan (STN) dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kabupaten Sumbawa bersama Forum Perjuangan Warga Jotang dan Jotang Beru. Senin (22/7).
Ketua STN Kabupaten Sumbawa Afdhol Ilhamsyah menegaskan bahwa, aksi lanjutan yang sebelumnya sudah pernah di helat pada Kamis, 18 Juli 2024. "Aksi ini adalah aksi jilid II guna menuntut Pemerintah Daerah Sumbawa untuk dapat memberikan keadilan bagi warga Jotang dan Jotang Beru," tegas Afdhol akrab disapa Aktifis Samawa ini saat dikonfirmasi media ini, Rabu (24/7).
Diungkapkan Afhdol, aksi jilid pertama bahwa, ada program dari Kementrian Pertanahan yaitu Redistribusi Tanah Bidang untuk dilakukan Sertifikasi. Namun pada penerapan proseduralnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebab sebut dia, seharusnya dimulai dari tahapan sosialiasi program yang tidak partisipatif bersama warga, dugaan ada pungutan yang nilainya 3 juta sampai 3,5 juta, survei objek tanah yang tidak partisipatif, pengukuran objek secara kilat, penerbitan sporadik dan sertifikat yang cacat hukum, pemalsuan dokumen, tata letak tanah yang tidak sesuai, dan lain-lain. bebernya
Kaitan dengan persoalan ini ungkap Afdhol, warga meminta pemda agar dapat difasilitasi hearing bersama instansi terkait seperti Kepala Desa Jotang, Badan Pertanahan Nasional Kab. Sumbawa, Polres Sumbawa, Dinas PRKP. Dalam hearing yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Sumbawa, turut hadir perwakilan dari masyarakat sebagai korban dugaan pungli dan perampasan hak atas tanah, diantaranya Kepala Desa Jotang Beru, BPD Jotang dan beberapa masyarakat.
Aksi yang digelar oleh STN, LMND, dan Warga Jotang digelar secara damai. Namun, pada perjalanannya sempat terjadi sedikit ketegangan lantaran oknum Kepala Desa yang diduga sebagai dalang praktek Pungli sertifikat ini juga menggelar aksi demonstrasi tandingan bersama LSM FPPK.
Sementara itu, Korlap Aksi perwakilan warga Tsani menyatakan, aksi jilid dua ini adalah untuk mengkawal agar hearing berjalan dengan lancar dan damai serta penuh khidmat.
"Kami merasa ada ketidakadilan perlakuan aparat kepolisian kepada kedua kubu demonstran. Kubu kami sebagai korban dalam kasus ini melakukan aksi damai, dan ketika masyarakat ingin ikut menyaksikan hearing secara langsung aparat kepolisian dan pihak Pemda tidak mengizinkan masyarakat masuk, hanya perwakilan yang boleh masuk," ucapnya.
Disisi lain juga, berbeda dengan perlakuan aparat kepolisian kepada kubu sebelah yang diberi kebebasan masuk ke dalam kantor bupati, bahkan ke dalam ruangan hearing dengan beramai-ramai. Sehingga ada ketidakseimbangan forum yang berdampak kepada ketidakstabilan hearing dan berujung pada keputusan atau hasil hearing yang tidak maksimal dan terkesan menguntungkan pihak terduga pelaku. tuturnya
Anehnya lagi tambah Tsani, oknum Kepala Desa Jotang terduga pelaku Pungli tidak mau ikut hearing bila masih ada Kepala Desa Jotang Beru dan Ormas STN-LMND diikutsertakan hearing. Itu pun Kepala Desa Jotang tak mau masuk hearing bila sendirian, maunya bersama rombongannya, termasuk LSM FPPK. cetusnya
Dari keadaan itu kami menyimpulkan bahwa Kepala Desa Jotang ini sepertinya kebal hukum, sebab Sekda maupun aparat kepolisian dan Pol PP tidak terlalu menyoalkan sikap kepala Desa Jotang yang tak etis dan tak menghormati lembaga keamanan dan lembaga pemerintah daerah yang kita tahu sama-sama lebih tinggi hirarkinya dari kepala Desa, juga Kepala Desa itu sendiri dilantik oleh Bupati. Ini membuat kami tak masuk akal, kenapa mereka bebas bertindak menyusupi ruangan sedang pihak kami sangat dibatasi.
"Persoalan Mafia Tanah ini, Kami akan melakukan aksi dan konsolidasi bersama dengan kawan-kawan STN, LMND terkait kasus dugaan pungli di Polda NTB. Termasuk penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat tertentu untuk kepentingan pribadinya. Kami menduga ini kejahatan berjamaah," pungkasnya (IA/Red)